Jerami, Mitra SRI Memelihara Bumi

Jerami, Mitra SRI Memelihara Bumi

Jerami

Jerami

Jerami
Pada saat panen padi, gabah hasil panen diangkut pulang dari sawah dan menyisakan tumpukan jerami. Memang diketahui banyak sekali kegunaan jerami mulai sebagai pakan ternak, sumber energi alternatif dsb., namun kebanyakan ditinggal begitu saja di sawah. Beberapa petani melakukan pembakaran tumpukan jerami yang mengering dan mempergunakan abunya sebagai pupuk, dengan ikutan polusi asap. Beberapa petani tetap membiarkan tumpukan jerami di beberapa bagian hamparan sawahnya dengan konsekuensi sedikit mengurangi luasan tanam, dan membenamkan tumpukan jerami yang setengah terdekomposisi tersebut sebagai pupuk pada penanaman padi berikutnya. Perlu dipikirkan bagaimana mengoptimalkan kegunaan pengetahuan lokal (local knowledge) yang sudah membudaya ini secara maksimum.

System of Rice Intensification (SRI)
System of Rice Intensification (SRI) adalah pendekatan cara bercocoktanam padi (dewi Sri) yang mengintegrasikan pengelolaan tanah, tanaman dan air yang diwarnai dengan kearifan lokal (local wisdom) yang berpihak pada kelestarian lingkungan. Sistem ini memadukan target pencapaian produksi dengan kemampuan daya dukung lahan dan teknologi setempat yang berakar dari budaya masyarakat petani padi. SRI mulai diperkenalkan oleh Henri de Laulanie di Madagaskar pada tahun 1980an dan saat ini telah diaplikasikan di lebih dari 30 negara.

Di Indonesia, SRI mulai diadopsi sejak tahun 1999. SRI yang berlabel budidaya padi hemat air banyak diterapkan di wilayah Indonesia Bagian Timur yang secara geografi merupakan daerah dengan keterbatasan air dengan hasil yang menggembirakan. Pemangku kegiatan besar ini adalah Direktorat Jenderal Sumber Daya Air, Departemen Pekerjaan Umum melalui kegiatan DISIMP (Decentralized Irrigation System Improvement Project in Eastern Region of Indonesia). Sistem ini telah direplikasi secara sporadis di banyak tempat di Indonesia, melalui banyak kajian empiris dan akademis (Balitbang Pertanian, Perguruan Tinggi, LSM), SRI menjadi bagian upaya peningkatan produksi beras nasional. Presiden RI bersama Menteri Pertanian pun menyerukan:”Mari kembangkan padi SRI seluas-luasnya”.

Sangat disadari begitu sulitnya membuat satu formula teknologi budidaya yang memuaskan semua pihak, menguntungkan bila dikaji dari semua aspek. Begitu pula SRI, SRI tidak dirancang menjadi obat mujarap untuk mengobati semua permasalahan perberasan nasional. Sehingga mestinya tidak menjadi soal pelik bila ada yang sangat antusias dan ada yang menyangsikan keberlanjutannya. Satu hal yang perlu diperhatikan dengan keterbukaan terhadap masukan dan perbedaan pendapat, SRI bisa menjadi salah satu alternatif meningkatkan produksi padi.

Dari berbagai lokasi uji, tidak selalu penerapan SRI akan menghasilkan produksi yang lebih tinggi dibanding penanaman konvensional. Fakta ini perlu disikapi secara arif, biasanya kita lebih mudah menerima suatu teknologi yang hasilnya secara instan dapat dinikmati. Dari teknologi SRI ada yang hendak diajarkan yaitu bagaimana mengkombinasikan produksi dengan aspek ekologis. Bagaimanapun upaya budidaya tanaman perlu bekerjasama dengan kekuatan alam. Memforsir alam, memperlakukan lahan pertanian untuk menggenjot produksi tanpa mempertimbangkan dan memulihkan daya dukungnya pada gilirannya membuat lahan tidak mampu menjalankan fungsinya secara optimal.

Penerapan SRI dengan mengandalkan 6 komponen penting yaitu: 1) pindah tanam bibit muda, 2) tanam 1 bibit per lubang, 3) jarak tanam lebar, 4) kondisi tanah lembab (irigasi berselang/ intermiten irrigation), 5) penyiangan gulma dan 6) penggunaan kompos dosis tinggi. Dengan SRI, budidaya padi tidak dilakukan penggenangan, cukup dengan kondisi macak-macak bahkan pada beberapa tempat cukup dengan kondisi lembab. Kandungan bahan organik tanah yang tinggi akibat penambahan kompos menyebabkan tanah lebih mampu menyimpan air. Bahan organik tanah mampu menstimulir pertumbuhan mikroba tanah menguntungkan, terjadi keseimbangan baru dalam kehidupan biota tanah yang mendukung kesehatan tanah (soil health) untuk memperbaiki pertumbuhan dan produksi tanaman padi.

Dampak langsung yang mengiringi peningkatan hasil gabah adalah pengurangan penggunaan benih, peningkatan efisiensi penggunaan air, peningkatan daya dukung lahan, pengurangan ketergantungan terhadap input pupuk dan pestisida buatan. Dampak jangka panjangnya akan mengurangi penggunaan energi fosil pada subsistem industri hulu (penyediaan pupuk dll).

Dari aspek lingkungan, pengurangan air akan mengurangi aktivitas mikroba metanogen (penghasil gas metana), meningkatkan aktivitas metanotrof (pengguna gas metana), dan mengurangi aktivitas mikroba denitrifier (penghasil dinitrogen oksida). Seperti kita ketahui metana (CH4), dinitrogen oksida (N2O) adalah 2 dari 6 komponen gas rumah kaca (GRK) yang diratifikasi dalam Protokol Kyoto.
SRI merupakan salah satu teknologi budidaya yang direkomendasikan oleh Balai Lingkungan Pertanian (Balingtan) Jakenan Pati yang mampu mengurangi emisi GRK dengan mengurangi sekitar 40% laju emisi N2O. Penerapan irigasi terputus mampu menekan emisi metana hingga lebih dari 70%, penggunaan bahan organik terdekomposisi lanjut mengurangi emisi metana dengan kisaran 10-25%. Pada tataran internasional dengan tingkat konsumsi beras yang sangat tinggi, Indonesia berpeluang mengurangi emisi GRK melalui penerapan SRI.

Seperti keping mata uang, peluang keunggulan penerapan SRI juga diperhadapkan pada sejumlah tantangan. Tantangan tersebut meliputi: 1) keterbatasan sumber bahan organik yang sudah terdekomposisi, 2) penyediaan kompos secara konvensional membutuhkan waktu cukup lama, 3) kebiasaan/budaya kita membuang dan membakar bahan organik, misalnya jerami.

Jerami mitra SRI
Salah satu alternatif sumber bahan organik pada budidaya padi secara SRI adalah jerami, jumlahnya melimpah, keberadaannya in situ sehingga tidak perlu mendatangkan dari lokasi lain. Keberlanjutannya tinggi, setiap pemanenan padi menyediakan jerami untuk penanaman berikutnya.

Secara budaya tidak terlalu sulit dilaksanakan karena petani telah memiliki kebiasaan menumpuk jerami hasil samping panen. Hal yang diperlukan adalah mengubah kebiasaan membakar jerami dengan hasil yang segera kelihatan, abu dibenamkan untuk menambah kesuburan tanah dan lahan kelihatan bersih dan lapang untuk penanaman berikutnya. Memadukan pengetahuan lokal dengan kearifan lokal sehingga didapat kemanfaatan maksimal.

Pengubahan kebiasaan menjadi menumpuk jerami, kemudian diaplikasi dekomposer (mikroba pemacu dekomposisi) untuk mempercepat proses pematangan kompos. Di pasaran cukup banyak tersedia biakan mikroba tersebut. Selain itu bisa dikreasikan bagaimana mengaktifkan mikro organisme lokal (MOL) dengan menambahkan energi siap pakai dari bahan-bahan setempat.

Memahami SRI tumbuh, berkembang dan bermitra dengan lingkungan setempat untuk mewujudkan hasil panen tinggi dan tetap memelihara kelestarian lingkungan, tentunya kitapun meyakini bahwa jerami mampu mengimbangi dan bermitra dengan SRI memelihara bumi. Mari, kita berupaya menjaga bumi titipanNya sehingga dapat diestafetkan kepada anak cucu kita dalam kondisi yang layak dan baik.

Pos ini dipublikasikan di Alam, Pangan dan tag , , , , . Tandai permalink.

14 Balasan ke Jerami, Mitra SRI Memelihara Bumi

  1. Menurut pendapat saya, System of Rice Intensification (SRI), perlu d perluas jangkauannya melalui Perguruan Tinggi atau LSM hingga ke seluruh pelosok tanah air di Indonesia. sebab di daerah saya (PAPUA) Sistem ini belum di kenal dengan baik oleh para petani di sana,!
    sehingga masih banyak para petani yang membakar, bahkan membuang sisa jerami hasil panen
    padi mereka dengan sembarangan.

    Terima kasih, Papua memiliki model kearifan lokal dalam bertani yang khas pula.

  2. yanuar jaka permana berkata:

    Cara bercocok tanam yang efektif dalam arti mampu memaksimalkan limbah pertanian termasuk jerami harus digalakan dan disosialisasikan pada petani. agar keuntungan maksimal.

    Terimakasih atas respon berharganya

  3. Viliyen Andrya berkata:

    wah, iya bu… berarti memang perlu digalakkan lagi SRI di berbagai tempat supaya produksi padi di Indonesia semakin meningkat, terutama di daerah-daerah yang kekurangan air. Dengan adanya SRI, mungkin dapat membangun wilayah-wilayah yang kurang produktif itu menjadi wilayah yang lebih hidup atau menghasilkan. Selain itu, sistem ini juga memperhatikan aspek lingkungan sehingga aman bagi lahan yang digunakan. Sebaiknya, pihak pemerintah juga bekerja sama lebih baik lagi dalam mensosialisasikan hal ini dengan merata di seluruh wilayah yang membutuhkan supaya tidak ada wilayah atau lahan yang terbengkalai lagi karena kurangnya pengetahuan para petani. 🙂

    Terimakasih atas responnya yang sangat berharga

    • Viliyen Andrya berkata:

      oh iya,,tentunya dengan melibatkan ahli-ahli pertanian yang ada..juga para mahasiswa pertanian yang mau berlatih dalam memberikan aspirasinya bagi para petani.

      Terimakasih atas responnya yang sangat berharga

  4. Umi yulianingsih berkata:

    menurut pendapat saya,,pemanfaatan jerami SRI sebagai bahan organik budidaya padi sangat baik karena dengan begitu kita bisa melestarikan lingkungan sekitar,meningkaitkan produksi pangan dan kebutuhan para petani bisa terpenuhi.
    terima kasih.

    Terimakasih atas responnya yang sangat berharga

  5. Lusia Laurita berkata:

    Wah …. berarti jerami bisa dijadikan alternatif untuk pupuk organik yang lebih hemat dan tidak terbuang sia-sia.

    SRI mirip dengan sistem pertanian organik ya, Bu. Intinya kembali ke alam. Sangat menjanjikan untuk memenuhi kebutuhan penduduk Indonesia, tapi sangat disayangkan sudah lumayan lama diterapkan di Indonesia, tetapi bangsa kita masih harus import beras dari negara-negara lain. Trimakasih Bu ….

    Terimakasih responnya yang sangat bermanfaat

  6. Ika Putri Riani berkata:

    Menurut pendapat saya, diperlukan suatu program yang terpadu antara Perguruan Tinggi dan Pemerintah dalam mempercepat alih teknologi dan sekaligus mengevaluasi dan mengembangkan sosioteknologi pada proses pemberdayaan SRI kepada petani luas. Mengingat telah kita ketahui bersama bahwa latar belakang petani Indonesia yang homogen (seragam) maka hal ini tentu mempengaruhi pola pikir mereka dalam menanggapi suatu perubahan. Perubahan dalam arti ini saya maksudkan sebagai peralihan teknologi tepat guna dimana awalnya petani banyak yang menggunakan cara-cara konvensional dalam hal pengelolaan jerami, seperti : pembakaran tumpukan jerami yang mongering, membiarkan tumpukan jerami di beberapa bagian hamparan sawahnya dengan konsekuensi sedikit mengurangi luasan tanam, dan membenamkan tumpukan jerami yang setengah terdekomposisi tersebut sebagai pupuk pada penanaman padi berikutnya.
    Kerja sama terpadu antara Perguruan Tinggi dan Pemerintah ini dapat direalisasikan dalam bentuk bimbingan massal. Tentunya akan banyak manfaat yang didapat bagi semua pihak. Bagi Perguruan Tinggi misalnya, para mahasiswanya akan diajarkan bagaimana terjun langsung menilik permasalahan di lapangan, selain dalam hal ini mereka dapat pula membagi ilmu mereka kepada para petani.

    Terimakasih responnya yang sangat bermanfaat

  7. reny dewi arista berkata:

    sebenarnya pemberdayaan SRI dan penerapan untuk mengolah Jerami secara optimal sangatlah mudah, tapi itu semua kembali kepada orang itu masing-masing jika mereka peduli pada lahan yang semakin sedikit serta dampak yang diberikan, pasti penerapan SRI dan pengolahan jerami bisa sebaik mungkin dan alangkah baiknya juga jika petani yang belum pernah mendengar atau mencoba teknik ini pemerintah diharapkan lebih sering mensosialisasikan agar tidak terasa asing bagi mereka.

    Terimakasih menekankan pentingnya sosialisasi dan tentunya dengan pendampingan ya.

  8. Siti Walimah berkata:

    saya setuju dengan penggunaan teknologi SRI ini,karena bukan hanya peningkatan produksi saja yang akan di peroleh petani tetapi juga lingkungan alam yang tetap lestari.

    Selaras produksi dan lingkungan ya

  9. Randini Sita Krismaranti berkata:

    menurut saya bu,konsep jerami SRI ini memang baik untuk dilakukan karena jerami yang biasanya dibakar dan dibuang dapat menjadi suatu yang bermanfaat untuk petani.Walaupun caranya mungkin agak repot tapi jika untuk kebaikan masa depan bumi ini kenapa tidak.

    Perubahan cara tanpa merubah hakiki pemanfaatan jerami ya. Terimakasih

  10. verini gurinda berkata:

    penerapan sri untuk mengembangkan jerami sangat baik menurut pendapat saya karena jemari bukan menjadi sampah lgi tetapi dapat di manfaatkan untuk membuat kesuburan tanah.terimakasih.

    Pengembalian jerami sebagai bagian daur ulang materi, selamat berkarya

  11. Wong cilik berkata:

    berarti teknologi SRI ini lebih ‘green’ dibanding metode konvensional ya bu Prih?

    Harapannya begitu, namun perlu perubahan budaya dari penggenangan ke macak-macak dan penambahan pupuk kandang.

  12. Evi berkata:

    Petani kita sudah diajarkan bercocok tanam dengan effisien. Bercocok tanam dengan SRI kayaknya lebih ribet dan butuh waktu lebih banyak ya? Tantangannya kayaknya adalah kembali merubah mindset petani agar bertani sesuai prinsip alam, bukan prinsip ekonomi 🙂

    Iya Uni, prinsip berkelanjutan bertumpu pada 3 pilar ekonomi, alam dan diterima secara sosial ekonomi. Trimakasih tambahan pemikirannya.

  13. jarwadi berkata:

    kalau di daerah dimana saya tinggal, jerami digunakan sebagai makanan ternak, baik dikeringkan maupun dibuat silase

    http://jarwadi.wordpress.com/2012/07/11/klik-it-solusi-ribet-stop-kontak/

    Teknologi silase pakan ternak menarik disharingkan tuk sesama, menjadi cadangan pakan yang berharga. Trimakasih sharingnya.

Tinggalkan Balasan ke Wong cilik Batalkan balasan