Seri Tlogolele
Dam Kali Apu, Simbol Persahabatan dengan Gunung Merapi
Desa Tlogolele tak Lagi Terisolir
Ambrolnya Dam Kali Apu oleh hantaman banjir lahar hujan pasca erupsi Merapi 2010, menyebabkan Desa Tlogolele mbrebes mili dan terisolir. Masyarakat harus memutar ke arah Magelang untuk mencapai kota kecamatan dan cukup mengganggu kelancaran perekonomian setempat. Sejak awal tahun 2013, warga Tlogolele tersenyum lega dengan selesainya pembangunan Dam Kali Apu yang berada di perbatasan Utara desanya dengan Desa Klakah, dam yang menjadi akses utama keluar masuk dari dan ke arah jalur utama Solo-Selo-Borobudur.
Perbaikan Dam kali Apu juga dibarengi dengan perbaikan jalan desa penghubung Jrakah-Klakah-Tlogolele yang semula rusak parah akibat kelebihan beban oleh truk pengangkut pasir dan batu dari Kali Apu. Pulihnya akses jalan ini membuat Desa Tlogolele tak lagi terisolir dan memperlancar arus penjualan hasil bumi setempat ke pasar kota.
Dam Kali Apu bukan hanya menjadi penahan sedimen dari lahar hujan Gunung Merapi, namun sekaligus menjadi bagian dari penggerak perputaran ekonomi masyarakat sekitarnya. Menjadi alternatif jalan antar Kabupaten Magelang, Boyolali, Klaten dan Solo. Kini Desa Tlogolele terhubung dengan wilayah lain untuk semakin mengembangkan potensi wilayahnya.
Dam Kali Apu, sinergi teknos dan mitos
Dam Kali Apu adalah bagian dari infrastruktur pengendalian lahar hujan Gunung Merapi, dengan fungsi sebagai penahan sedimen maupun pengarah aliran. Dam untuk mengantisipasi bahaya banjir lahar akibat jutaan meter kunik material letusan di daerah puncak yang turun gunung bersama air hujan.
Letusan Merapi 2010 menyemburkan material yang kelak menjadi berkah tanah subur dan pasir. Sebanyak 150 juta meter kubik material di puncak gunung yang siap menjadi lahar hujan dengan segala konsekuensinya. Lahar gunung berapi adalah material vulkanik terdiri dari campuran batu, kerikil, pasir, debu yang jika bercampur teraduk dengan air hujan menjadi semacam bubur pekat yang sangat lekat ibaratnya mampu mengangkat batu sebesar gajah bunting ‘berlayar’ di lautan pasir. Berat jenisnya mencapai 2 ton/meter3 (sebagai pembanding berat jenis air 1, campuran beton 2.4) meluncur sangat cepat mencapai 60 km/jam.
Sebagian aliran lahar hujan dari Merapi melewati Kali Apu sebelah Utara maupun kali Trising batas Selatan desa Tlogolele, mengarah ke Barat Daya. Mengantisipasi aliran lahar tersebut dibangun dam Kali Apu sebanyak 5 buah dengan kapasitas hadang 650 000 meter3. Pembangunan dam disini sebagai konsekuensi logis upaya meminimalkan dampak bahaya banjir lahar hujan.
Memahami fungsi dam adalah untuk menghadang material lahar dan mengarahkan pola alirannya. Saat aliran lahar terjadi batu berukuran besar ditahan, material lebih halus dilewatkan, untuk dihadang pada sub dam berikutnya begitu seterusnya. Pada badan dam terdapat lobang-lobang untuk meloloskan material, bangunan antisipasi luapan banjir.

Dam Kali Apu multiguna, batu besar dihadang, material lain dilalukan lobang (tanda panah), jalan luapan banjir difungsikan sebagai jembatan
Dam Kali Apu termasuk jenis dam yang bersifat bangunan multiguna, selain untuk penanggulangan lahar, dam tersebut dikombinasikan dengan fungsi jembatan dan intake saluran irigasi. Konstruksinya tidak hanya dirancang tahan gempuran aliran lahar namun sekaligus menyangga beban arus lalu lintas diatasnya.
Betapa besar pengaruh aktivitas Merapi bagi kehidupan masyarakat sekitar gunung. Sinergi antara mitos gunung Merapi dan teknos antisipasi dan pengelolaan aliran lahar sangatlah berarti. Prasarana dan sarana fisik yang disebut infrastuktur tiada lain adalah simbol atas daya hidup manusia untuk mengupayakan kehidupan yang lebih baik. Sehingga sudah semestinya manusia merancang, membangun, selanjutnya menjaga agar dam berfungsi optimal.
Manajemen Penambangan batu dan pasir
Aliran lahar mengirim batu dan pasir dari gunung ke daerah yang lebih rendah. Kualitas pasir Merapi diakui prima oleh ahli bangunan. Aspek ekonomi tersebut mendorong semakin maraknya kegiatan penambangan pasir. Berkah perlu dimanfaatkan dan merupakan sumber pendapatan yang tidak kecil.
Namun sayangnya praktek penambangan pasir tidak semua mengindahkan rekomendasi teknis dimana dan sampai batas mana pasir boleh ditambang agar tidak mengganggu fungsi dam. Beberapa penambang menggali dasar sungai hingga membentuk ceruk dalam menerjang batas yang diperbolehkan sehingga membahayakan bangunan pengendali lahar.
Selain permasalahan in situ, praktek penambangan pasir yang tidak terkendali berpotensi menyebabkan kerusakan lain. Penyimpangan alur lahar yang dikendalikan oleh infrastruktur maupun beban berat transportasi pasir yang tidak sebanding dengan kekuatan jalan mempercepat kerusakan jalan.
Kata kunci yang mudah namun sekaligus susah diterapkan adalah manajemen yang mencakup penataan lokasi mana yang boleh (aman bagi keselamatan infrastruktur) agar dam dengan biaya mahal tidak dhadhal. Termasuk juga penataan pengangkutan jalan mana saja yang boleh untuk lalu lintas truk pasir. Ternyata problem ini juga mengglobal sehingga muncul perangkat kelembagaan Sand Mining Management System Institution.
Sentilan tajam yang sangat menarik: membangun dam merupakan pekerjaan besar dengan biaya yang sangat mahal demi mengamankan masyarakat dari terjangan banjir batu dan pasir (lahar), sehingga tak eloklah bila masih juga ribut soal pasir…….
Bersahabat dengan Gunung Merapi
Gunung itu sahabat yang ngangeni membuat rindu hingga muncul istilah njanur gunung alias kadingaren yang bermakna koq tumben….Gunung itu sahabat yang berwajah sri gunung indah dan cantik berpadu dengan aura ganas berbahaya ….
Merapi memberi apa saja darinya berupa batu, pasir, kesuburan tanah, rumput hijau. Gunung, masyarakat dan infrastruktur merupakan satu kesatuan yang sama-sama tidak menginginkan korban dan meminimalkan kerugian. Hidup berdampingan ibarat sahabat dengan saling memberi. Mari berikan ruang pada G. Merapi untuk mengalirkan awan panas dengan cara menjauhi zona bahaya bagi manusia. Sangat penting bersahabat dengan alam termasuk gunung. Seni bersahabat yang langgeng rumusnya ‘beri ruang dan buat jarak …..‘
Wajah sri gunung indah sekaligus beraura bahaya…. Saat Merapi tampil tenang indah seperti ini betapa membuat hati berdecak kagum. Ada saatnya Merapi gerah, saluran tenggorokannya gatal oleh banyak sumbatan, sehingga batuk dan muntah. Mari kita siapkan penyalur-pengarah-penampung muntahannya, hingga kalaupun menjadi masalah bagi manusia dan alam sekitarnya dampak bahayanya bisa dimimalkan.
Pengembangan sistem pemberitaan dini, pengembangan sabo, regulasi penambangan pasir plus pengangkutannya merupakan pengejawantahan mitos dan teknos dalam seni bersahabat dengan gunung Merapi. Dam Kali Apu adalah simbol persahabatan kita [masyarakat Tlogolele] dengan gunung Merapi, belajar memaknai pengetahuan dan kearifan lokal dari masyarakat Tlogolele. Selamat Bersahabat
Bacaan pendukung: Budhi Raharjo, S. 2012. Sabo Merapi Antara Mitos dan Teknos. BBWS Serayu-Opak
Ping balik: Termangu di Dam Kali Apu | RyNaRi
alam banyak memberi manfaat,.. sunggah alam banyak memberi kita pelajaran bahkan Allah menjadikan apa yang ada di alam ini sebagai bahan untuk kita renungkan,.. salam kenal dariku
bangunan damnya juga dibuat miring miring disesuaikan dengan kontur alamnya ya Bu Prih..
gambarnya bagus banget, Bu.. jelas gitu… jadi terharu liat pemandangan ini
Iya ya Bu, gunung berapi itu indah sekaligus berbahaya..
Ping balik: Bei-Tou Incinerator restaurant di tempat pembakaran sampah | RyNaRi
wow! ibu menyajikannya dengan detil..! sekali lagi, maturnuwun, Bu Prih 🙂
saaat alam mengganas menunjukan betapa dahsyatnya kebesaran Tuhan ya mas
desember 2010 sepertinya saya ingat melakukan perjalanan ke yogya hendak menuju ke borobudur dan melewati ruas jalan ini,atau bukan ya? disana masih tersisa puing puing muntahan merapi,sehingga jalan aga melambat,batu batuan,pasir sehingga saya masih bisa merasakan aura lahar panas yang menerjang….
bersyukur sekarang desa tlogolele sudah mulai bergeliat bangkit kembali dengan pembangunan dam nya, sehingga masyarakat bisa mulai bahu membahu memulai kehidupan kembali dan harus belajar dari peristiwa kemarin
hidup berdampingan dengan alam memang harus saling mengerti take and give..jika smua lapisan masyarakatnya menyadari hal ini maka merapi tentu akan bisa berdamai..:)
*kembali merepet nih akunya ya bu hampura 😀
Itu di foto dengan caption “arah hulu Dam Kali Apu” kelihatan di tengah sawah ada konstruksi mirip pondasi rumah, apakah itu bekas rumah yang tersapu lahar atau bagian dari dam-nya juga ya Bu?