Nabung, Embung, Kembung

Nabung, Embung, Kembung

Oleh: Eriandra Budhisurya, Guovana, Fina

“Sekarang sumber air su dekat. Beta sonde pernah terlambat lagi. Lebih mudah bantu mama ambil air untuk mandi adik. Karena mudah ambil air katong bisa hidup sehat”. Kalimat tersebut saya yakin sudah tidak asing lagi ditelinga kita ,merupakan cuplikan yang diambil dari sebuah iklan produk air minum. Iklan tersebut mengambil lokasi di Nusa Tenggara Timur, dimana  di daerah tersebut terjadi krisis kekurangan air bersih. Bisa kita lihat dan dengarkan, betapa bahagianya pemuda kecil yang menjadi pemeran di dalam iklan tersebut saat mengisahkan mengenai keberadaan senyawa kimia bernama H2O. Bagaikan menemukan sebuah tambang emas, rupanya air menjadi sebuah sumber berkat bagi masyarakat di NTT karena airlah, pendidikan bisa maju, kehidupan sosial masyarakat menjadi lebih baik dan melalui air kesehatan dapat kita tingkatkan. Dengan demikian, merupakan fakta tak terbantahkan, air adalah senyawa penting yang pasti kita butuhkan.

Bagi manusia kebutuhan akan air sangat mutlak karena sebenarnya sebagian besar tubuh manusia tersusun atas 73% air. Air di dalam tubuh manusia berfungsi sebagai pengangkut dan pelarut bahan-bahan makanan yang penting bagi tubuh sehingga untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya manusia berupaya mendapatkan air yang cukup bagi dirinya (Suharyono, 1996). Seperti halnya tubuh manusia, tanaman juga membutuhkan air untuk menyambung hidupnya. Di dalam tiap sel, tanaman memerlukan air untuk siklus hidupnyadimulai dari sitoplasma selanjutnya masuk ke jaringan yang mengangkut unsur hara maupun hasil fotosintesis dan membagikannya ke seluruh bagian tanaman.

Namun sayangnya, tidak semua tempat di Indonesia mempunyai ketersediaan air yang cukup. Ibarat pepatah mengatakan jika di dunia ini akan selalu ada si kaya dan si miskin, maka akan ada daerah yang kaya akan air dan ada pula yang miskin akan air. Keadaan kekurangan air ini rupanya dialami oleh petani di Desa Wates, Dusun Kedayon, Kecamatan Getasan. Di sana pada musim kemarau, para warga mengalami kesulitan dalam menafkahi tanamannya (yang dalam hal ini adalah pemenuhan kebutuhan air). Serupa tapi tak sama dengan daerah NTT, Desa Wates masih beruntung karena di daerah ini masih bisa mengalami musim penghujan yang cukup panjang. Kaya akan air di musim penghujan, namun miskin air di saat musim kemarau. Seolah air adalah pemberi harapan palsu, mereka hadir berkelimpahan namun tidak datang disaat petani merasa membutuhkan.

Kami sempat berbincang-bincang dan mendengarkan curahan hati salah satu petani di Desa Wates. Beliau yang akrab dipanggil Bapak Senin (35 tahun) menceritakan banyak hal mengenai suka dukanya menjadi seorang petani tembakau. Pada musim kemarau beliau dan kawan-kawan petani lainnya sangat kesulitan untuk mendapatkan air guna memenuhi kebutuhan minum tanamannya. Solusi yang beliau lakukan adalah menggunakan air yang berasal dari sumur untuk membantu mencukupi kebutuhan air pada tanamannya. Namun perlu diingat, ini bukanlah solusi yang bisa menyelesaikan masalah tersebut. Sumur yang dipakai juga adalah sumber pemenuhan kebutuhan rumah tangga dari Bapak Senin. Bagaimanakah jika ternyata air tersebut hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga Bapak Senin? Lalu bagaimanakah nasib tanaman di kebun yang juga haus akan air?

Menggali sumur lagi? Menyewa pompa air? Membangun pipa dari sumber air dan menyalurkannya ke ladang yang jauh letaknya? Ada banyak sekali solusi, namun itu bukanlah solusi yang akan kami tawarkan pada anda para petani. “Hujan berkat-MU. Itu yang kami perlu. Sudah menetes berkat-MU. Biar tercurah penuh!” Sebuah lirik lagu yang sangat bijak, sang Khalik sudah memberikan kita sebuah sumber air yang tak berkesudahan. Jutaan tetes air dan kita bisa mengambilnya secara gratis tanpa dipungut biaya sepeserpun. Saat tirai langit terbuka, tercurahlah air surgawi yang menghidupi para penghuni Bumidan kita mensia-siakannya.Akan tetapi saat tirai langit tertutup dan ia enggan muncul, para penghuni Bumi mengharapkan kehadiran dan mencarinya. Mengapa kita tidak coba memanfaatkan karunia yang Tuhan berikan ini? Berangkat dari pemikiran inilah kami menyarankansemua para petani untuk menabung air surgawi. Caranya? Mari kita membuat embung.

EmbungEmbung adalah bangunan konservasi air berbentuk kolam/cekungan untuk menampung air dari hujan, parit atau sungai kecil, mata air serta sumber air lainnya untuk mendukung usaha pertanian, perkebunan dan peternakan. Secara singkatnya embung itu bagaikan sebuah bank, tempat kita menabung dan menyimpan air. Tujuan pembangunan embung tidak lain adalah untuk menampung air hujan dan air yang mengalir di tanah (run off) pada wilayah sekitarnya. Embung juga bertujuan untuk menyediakan sumber air sebagai irigasi untuk tanaman pangan, hortikultura semusim, tanaman perkebunan semusim dan peternakan(Anonim 2013). Selain itu, ternyata dengan adanya embung dapat mencegah/mengurangi luapan air di musim hujan dan memperbesar peresapan air ke dalam tanah. Dengan demikian para petani tidak perlu lagi kebingungan mencari air di musim kemarau.

Mengapa harus embung,? Karena di Desa Wates memenuhi beberapa persyaratan embung, yakni

– Tanah di sana bukan merupakan tanah berpasir yang porous (mudah meresapkan air). Tanah tersebut tidak dianjurkan pembuatan embung karena air cepat terserap. Dasar kami mengatakan hal tersebut adalah karena tanah yang berasal dari abu gunung api kebanyakan adalah tanah Andisol (Mustafa, 2012). Cirikhas tanah ini adalah memilik sifat dan tekstur mampu mengikat air dengan baik. Bila hal ini salah, ada kemungkinan tanah di sana masuk ke dalam klasifikasi sedang (berdebu halus sampai kasar), dimana sifatnya mudah kehilangan air baik melalui air infiltrasi yang masuk kedalam tanah maupun airpermukaan (surface run off) (Yamani, 2010). Untuk mensiasatinya pada bagian dasar embung dapat diberi alas plastik atau disemen.

– Menurut perkiraan kami Desa Wates memiliki kemiringan lahan antara 8 – 300. Hal ini dimaksudkan agar limpahan air permukaan dapat dengan mudah mengalir kedalam embung dan disalurkan ke petak-petak tanaman (Purnomo, 1997).

– Lokasi Desa Wates merupakan wilayah yang memiliki daerah tangkapan hujan.

Berikut ini kita akan masuk ke dalam cara dan tahap pembuatan embung. Untuk langkah-langkahnya, yang pertama harus menentukan posisi dan letak embung. Sebaiknya posisi embung berdekatan dengan lahan milik petani. Hal ini ditujukan untuk memudahkan dalam petani melakukan penyiraman pada tanaman.Selanjutnya adalah menentukan ukuran dari bank penampung air. Embung bisa dibangun secara individu atau berkelompok, tergantung keperluandan luas areal tanaman yang akan diairi. Untuk keperluan individu dengan luastanaman (palawija) 0,5 hektar, misalnya, embung yang diperlukan adalah panjang10 m, lebar 5 m dan kedalaman 2,5 m – 3 m. Bentuk permukaan embung nantinya akan disesuaikan dengan kondisi di lapangan.

Setelah diketahui letak, ukuran dan bentuk embung yang diinginkan tahapanselanjutnya adalah penggalian tanah yang dapat dikerjakan secara gotongroyong. Cara penggaliannya adalah sebagai berikut

– Untuk memudahkan pemindahan tanah, maka tanah digali mulai dari batas pinggir dari permukaan tanah.

– Untuk menghindari masuknya kotoran ke dalam embung terbawa airlimpasan, maka keliling tanggul dibuat lebih tinggi dari permukaan tanah.

– Untuk mengurangi longsor pada dinding embung, dapat dibuat tangga atau undakan di sekeliling dinding.

– Jangan lupa, buatlah saluran pemasukan air limpasan dan pembuangan dibuat sedemikian rupa, sehingga air embung tidak penuh/meluap. Jarak saluran pembuangan dari permukaan tanggul berkisar 25 – 50 cm.

Langkah terakhir adalah memperkokoh dinding embung, ada beberapa bahan yang bisa digunakan tergantung dari bahan/material yang mudah diperoleh di lokasi dan biaya yang tersedia. Adapun bahan/material yang dapat dipakai untuk dinding embung antara lain pasangan batu bata, pasangan batu kali, pasangan beton (Anonim, 2009). Langkah alternatif agar murah biaya bisa dengan memanfaatkan tanah yang berstruktur liat. Tanah liat (lempung) dibasahi dan diolahsampai berbentuk pasta, lalu ditempel pada dinding embung setebal 25cm, mulai dari dasar kemudian secara berangsur naik ke dinding embung. Sambungan tanah yang berbentuk pasta tersebut dibuat menyatu sehingga air embung tidak mudah meresap ke tanah (Purnomo, 1997).

Setelah selesai dibangun, tentunya perawatan dan pengawasan pada embung perlu dilakukan secara rutin. Embung ini nantinya akan terisi ketika turun hujan, apalagi di musim penghujan bisa dipastikan embung ini bisa terisi secara penuh. Ketika musim kemarau nanti, embung bisa dimanfaatkan untuk membantu pengairan tanaman milik warga dan petani. Tiada gading yang tak retak, tidak ada suatu hal pun di dunia ini yang sempurna. Begitu pula dengan embung, terdapat kelemahan / sisi negatif dari pada penggunaan embung ini. Yakni diantaranya :

– Dapat ditemui kasus di mana embung tidak dapat terisi penuh (hanya terisi ½ dari total volume yang seharusnya).

– Embung kering ketika memasuki musim kemarau, sehingga tidak bermanfaat.

– Memerlukan biaya mahal dan tenaga.

– Lokasi yang dipakai sebagai embung tidak dapat digunakan / ditanami lagi.

Terlepas dari kelemahan dan sisi negatifnya, semua hal tersebut dapat disiasati. Embung yang tidak penuh dan bahkan kering dapat diatasi dengan penggunaan bahan lapisan yang lebih tahan dari kebocoran air serta menggunakan mulsa untuk menutup permukaan embung. Hal ini bertujuan mengurangi penguapan air. Tenaga bisa memanfaatkan gotong royong desa dan biaya bisa teratasi dengan membuat proposal pembiayaan yang ditujukan pada pihak swasta dan pemerintah. Selain itu dari iuran para petani, uang bisa dikumpulkan sedikit demi sedikit. Lagipula banyak alternatif bahan dan cara yang murah dalam membuat embung. Lalu lokasi bekas embung dapat kita manfaatkan untuk hal lain, misal untuk perikanan darat / beternak bebek. Banyak hal positif yang bisa kita dapat dari menabung air. Dengan demikian embung diharapkan dapat memacu pertumbuhan ekonomi dan berkembangnya daerah tersebut sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan bagi masyarakat disekitarnya. Menabung air sebanyak-banyaknya di embung, bagaikan kita menginvestasikan uang kita untuk masa depan kita. Ketika air sudah penuh hingga melimpah, bagaikan rekening gendut dan menggelembung karena penuh, dapat kita manfaatkan sedikit demi sedikit untuk pemenuhan kebutuhan kita. Nabung embung kembung, air mili rejeki ngalir.

Sumber :

Anonim, 2009. Pedoman Teknis Konservasi Air Melalui Pembangunan Embung. http://bebasbanjir2025.wordpress.com/teknologi-pengendalian-banjir/embung. Diakses 27 Maret 2014 pukul 18.02 WIB.

Anonim, 2013. Embung dan Dam Parit.http://dinpertan.grobogan.go.id/sarana-pertanian/158-embung-dan-dam-parit.html. Diakses 27 Maret 2014, pukul 17.21 WIB.

Muslimin Mustafa, dkk. 2012. Dasar Dasar Ilmu Tanah. Fakultas Pertanian Universtias Hasanuddin : Makassar.

Purnomo, Eddy. 1997. Embung Kolam Penampung Air. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Karangploso : Wonocolo

Suharyono. 1996. Diari Akut Klinik dan Laboratorik. Rineka Cipta : Jakarta.

Yamani, Ahmad. 2010. Kajian Tingkat Kesuburan Tanah Pada Hutan Lindung Gunung Sebatung di Kabupaten Kotabaru Kalimantan Selatan. Jurnal Hutan Tropis Volume 11 No. 29 halaman 32-37.

Catatan: Postingan ini adalah karya penulis tamu

Selamat ya Eriandra, Guovana dan Fina….tetap menulis dan menulis. Sila direspon tanggapan para sahabat melalui komentar ini. Andalah pemilik postingan ini.

Pos ini dipublikasikan di Pengelolaan Lahan, Penulis Tamu, Seri Kiprah dan tag , . Tandai permalink.

6 Balasan ke Nabung, Embung, Kembung

  1. Saya mewakili kelompok Nabung Embung Kembung, mengucapkan terimakasih kepada Ibu Suprihati atas dimuatnya tulisan kami.

    Semoga kedepannya kami bisa lebih banyak berkarya dan menulis lebih rajin lagi.

    Tiada gading yang tak retak, begitupun karya kami pasti tak luput dari kekurangan
    Atas masukan dan komentar yang diberikan, kami ucapkan terimakasih
    Salam

    Sama-sama Eriandra, Guovana, Fina….sekali menulis pasti akan menulis dan menulis lagi. Mengapa tidak mencoba membuat blog sekalian belajar publikasi tulisan…tidak sulit koq hanya butuh kontinuitas komitmen menulis. Salam

  2. harumhutan berkata:

    kalo bahasa sundanya embung itu ‘ga mau ya’
    nah ini dibacanya embung/embong ya? heheh **ga penting.com abaikan

    kreatif untuk idenya two thumb..wates kini bisa mengalir dengan memanfaatkan air hujan,

    greats idea untuk tulisan ini kengkawan Eriandra, Guovana dan Fina, keep writing and keep smiling 🙂

    Kakak harum hutan terima kasih apresiasinya, kiranya memacu semangat Eriandra Cs tuk tekun berlatih….

    • terimakasih kakak/ibu harumhutan karena sudah bersedia dan meluangkan waktu membaca tulisan kami 🙂

      untuk cara membacanya, kami membacanya : ’embung’
      huruf e dibaca dengan suara yang sama pada kata eram, elang, enggan

      semangat dari Anda akan kami jadikan motivasi untuk menulis lebih banyak lagi 😀

  3. prih berkata:

    Eriandra, Guovana dan Fina….senang menikmati karya esai Anda, semakin tekun berlatih ya. Mari sila ditanggapi komentar/tanggapan atas karya Anda. Salam hangat.

  4. chris13jkt berkata:

    Uraiannya cukup jelas dan mengalir dengan lancar 🙂

    Terima kasih Pak Krish untuk semangat yang dialirkan kepada taruna kebun untuk terus berlatih.

    • terimakasih Pak Chris karena telah berkenan meluangkan waktu melirik dan membaca tulisan kami

      semoga pesan dari tulisan kami bisa ditangkap dengan mudah oleh Pak Chris sebagai pembaca

      atas komentar dan masukannya, sekali lagi kami ucapkan terimakasih

Terimakasih, pendapat Anda sangat berharga.